Rakyat

Posted by Suyatno Rabu, 01 Februari 2012 0 komentar

Diamnya Penonton Drama Politik
                                                                           
            RENTETAN episode drama politik dipertontonkan dalam panggung negara ini senantiasa berakhir tidak pasti. Susah dimengerti oleh pemahaman rakyat. Setidaknya itu yang terlihat dalam perkembangan kasus tertangkapnya Nazaruddin dengan nyanyiannya terkait proyek wisma atlet Sea Games di Sumatera Selatan. Akan kemana ujung cerita drama itu sulit untuk segera bisa ditebak endingnya.
            Aktor yang berbicara dan bermain dalam drama adalah politisi dan aparat penegak  hukum. Mereka manjadi tontonan lewat sejumlah media. Hiasan layar sela khalayak sembari menjalani aktivitas rutinnya.
Sebagian besar rakyat yang lain hanya bisa diam. Tepekur suntuk dan mengira-ngira apa artinya. Menjadi penonton yang bingung atau kecewa. Bingung karena alur yang bagai bola liar itu tiada tentu arah akhirnya. Kecewa sebab banyak cerita yang tertutup tabir layar drama di luar nalar dan harapan mereka. Kemudian kembali sibuk dengan pekerjaan dan penghidupannya.
            Mereka punya harapan terhadap episode itu tetapi kemudian kembali harus diam karena penentu skenario tidak di tangan mereka. Kadang lantas hanya dapat mereka-reka dan menerka tentang alur dan arah cerita.
            Yang benar tebakannya tak bisa berekspresi dengan sorakan lantang. Toh berarti yang terjadi adalah hal yang menyakitkan bangsa ini  Bagi yang tak sesuai harapannya tak terdengar keluh kesahnya, memang itulah kenyataan yang harus dihadapi. Bahkan lolong jeritnya pun tak terngiang sayupnya. Biarlah mereka yang bersandiwara, kita rakyat kecil yang penting tetap berupaya untuk hidup, begitu gumam sebagian pada temannya. Diamnya rakyat bukan tanpa apa-apa, mereka sudah punya bangunan logikanya sendiri. Bagaimana ketenangan hidup mereka dijamin di negeri ini?
Negeri di awan
            Episode drama tidak saja dibuat bersambung. Tetapi silih berganti dan tumpang tindih. Aktor pun bermunculan dengan tiba-tiba menciptakan episode yang lain. Jika tidak perlu maka tak dilanjutkan. Toh penonton gampang lupa. Mungkin juga biar bingung.
            Dalam drama seperti itu hanya akan membuat negeri ini diliputi ketidakjelasan. Khalayak dihadapkan pada kegamangan. Tiada patokan akan akhir dari pergulatan yang ada. Setiap episode yang muncul akan berakhir pada ketakpastian. Ending yang remang-remang. Bisa jadi sekedar tawar-menawar yang tiada ujung. Namun kegamangan seperti itu bukan tanpa harga yang harus di bayar. Bisa jadi episode berikutnya tidak lagi bisa dikendalikan oleh sang sutradara. Itulah saat di mana suara rakyat adalah suara Tuhan berlaku.
            Sementara itu, data keberhasilan negara bisa saja disajikan dengan cara akademis yang canggih. Angka-angka tak terbantahkan buat sang pakar. Namun sulit dibaca oleh mata kehidupan awam. Lebih-lebih kaum papa yang punya logika amat sederhana tadi.
            Itulah kegamangan yang tercipta kenapa rakyat mampu bertahan dengan kondisinya. Apakah justru rakyatlah yang ulet, gigih dan mampu menopang diri dan negerinya? Merekalah yang menyokong pentas drama dan bukan sebaliknya.

Pemahaman  politik
Berdasarkan hasil sebuah survey tentang pemahaman politik, kebanyakan di antara responden menjawab bahwa politik itu kejam, politik itu selalu berhubungan dengan kekuasaan yang nantinya disalahgunakan, politik itu kotor, politik itu tidak adil, politik sekarang makin memburuk. Padahal sebenarnya, menurut teori politik, politik adalah interaksi antara pemerintah dan masyarakat guna merancang, menyusun, dan melaksanakan kebijakan-kebijakan negara. Tapi ternyata, politik yang terlihat di mata masyarakat itu tidaklah seperti teori yang sebenarnya.
Pemahaman politik masyarakat bisa dituntun dengan etika politik. Etika politik adalah ukuran baik buruknya tingkah laku politik para pelaku dalam kegiatan suprapolitik, maupun insfrastuktur politik.  Baik di tingkat elit maupun di level  rakyat bawah ukuran ini semestinya melekat. Orang tidak bisa berbuat seenaknya. Ada tolok ukurnya. Bila ukuran ini dilanggar, maka akan terjadi benturan antara pihak satu dengan lainnya. Tidak dipahaminya ukuran-ukuran ini menyebabkan individu-individu akan berinteraksi sekehendak hatinya.
Dalam kehidupan politik demokrastis, etika politik berfungsi menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia secara individu maupun sosial. Sehingga dengan etika politik akan terwujud masyarakat yang saling menghargai, saling menghormati perbedaan pendapat, berperilaku santun dalam menyampaikan aspirasi politiknya.
Jika menginginkan partisipasi maka etika ini berperan penting. Etika politik dalam kehidupan politik demokrasi akan berusaha menegakkan pemerintah berdasarkan konstitusi, hukum dan terbuka. Sehingga, akan terwujud partisipasi masyarakat. Masyarakat akan merasakan betul manfaat terlibat dalam kehidupan berpemerintahan

Drama bermakna
Rakyat ternyata lebih arif. Bahwa hidup harus terus dilanjutkan. Mereka lantas kembali ke petak-petak kerja masing-masing. Mengayuh upaya bagi keluarganya. Kreatif buat menyambung nyawa. Termasuk menyokong pentas drama.
            Aktorlah semestinya yang menuntun penonton. Aktor yang bagi Plato atau Aristoteles lebih arif dan bijaksana. Orang-orang yang terpilih dan diyakini amanah dan memberi kemaslahatan bagi sebagian besar rakyat. Sejumlah hal perlu diperbuat untuk drama kita.
            Pertama, sudah waktunya dipentaskan drama yang bermakna bagi penonton. Dengan skenario yang dibuat bersama. Aktor sekaligus sutradara yang filsuf dan cendikia. Demi negeri gemah ripah kerta raharja.
            Drama yang bermanfaat buat rakyatnya. Baik makna ceritanya maupun dampak dari adegannya. Program drama yang menuntun dan bermanfaat langsung maupun tidak langsung. Drama yang memberi pencerahan, semangat, kebanggaan dan kebersamaan.  Setidaknya memberi kepastian akan aturan hidup bersama di negeri ini.
            Kedua, aktor dan sutradara sepatutnya menyadari betul bahwa tanpa peran penonton drama tidak akan ada artinya. Apalah makna akting mereka tanpa khalayak. Bahkan uang bagi drama mereka dari rakyat asalnya. Sebagus apapun penghayatan peran sang aktor dananya tetap dari rakyat. Tak perlu kecongkakan dan tepuk dada.
            Ketiga, bila tak ingin ketahuan salah janganlah menjadi aktor yang antagonis. Semua orang punya tanggung jawab sosial. Dituntut memiliki dedikasi sosial. Menjalani akting dengan penuh kesadaran sosial. Sesuatu yang mesti ditempuh dengan cara yang benar pula.
            Keempat, serapi apapun keburukan disimpan akan ketahuan juga. Bukankah kebanyakan drama menunjukkan skenario yang demikian. Kebohongan tidak akan abadi, karena harus ditopang dengan kebohongan lain. Penonton tidak harus ikut mengubah skenario dalam menonton drama, tetapi mereka berhak untuk bersikap dan mengambil makna bagi hidupnya di masa depan.
            Diamnya rakyat karena hidup mereka mesti dilanjutkan. Ketimbang meratapi drama yang tak memberikan apa-apa. Itulah drama negeri ini yang senyatanya.

PENULIS ADALAH PENGKAJI MASALAH POLITIK DAN PEMERINTAHAN, ALUMNI UGM
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Rakyat
Ditulis oleh Suyatno
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://disuyatno.blogspot.com/2012/02/rakyat.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.

0 komentar:

Posting Komentar

Redesigned by Info Terbaru Original by Bamz | Copyright of BINTANG PANJER WENGI. Untuk SEO lebih lanjut kunjungi Trik SEO terbaru.